Kamis, 24 Oktober 2013

Bunga Rampai Aceh: Jejak Sang Bendahara

Bunga Rampai Aceh: Jejak Sang Bendahara: Desa Meunasah Lueng, 42 kilometer ke arah barat dari Bireuen, ibu kota Kabupaten Bireuen, mendadak ramai pada 9 Desember lalu. Tamu dari s...

Rabu, 23 Oktober 2013

ACEH LAM SEUJARAH: Uleebalang Pencatat Sejarah Melayu

ACEH LAM SEUJARAH: Uleebalang Pencatat Sejarah Melayu: Sunday, February 19, 2012  Majalah TEMPO Senin, 06 Februari 2012 Rumah berarsitektur Melayu itu berdiri kokoh di tengah Gampong Meunas...

Sabtu, 27 Juli 2013

kritik seni kriya: KRITIK SENI KRIYA

kritik seni kriya: KRITIK SENI KRIYA: Tugas Kritik Seni Kriya “ Cap Kerajaan Aceh  Darussalam ( Cap Sikureung) ”   Disusun Oleh : Indra Maulana 04 ...

KRITIK SENI KRIYA



Tugas Kritik Seni Kriya
Cap Kerajaan Aceh  Darussalam (Cap Sikureung)







 Disusun Oleh :

Indra Maulana
04 18 2010

Dosen Pembimbing :
Ahmad Bahrudin S.Sn.,M.Sn
Nofrial S.Sn.,M.Sn







KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
INSTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
JURUSAN SENI KRIYA
2013





Kritik Seni dalam dunia Seni Rupa sangat penting. Malalui Kritik Seni, kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan yang tampak dalam sebuah karya seni. Tahapannya adalah dari hal yang sederhana hingga hal yang rumit. Sisi sederhana adalah dengan menguraikan apa adanya yang tampak dalam sebuah karya seni, sedangkan yang rumit adalah pada tahapan interpretasi. Secara berurutan tahapan dalam kritik seni adalah sebagai berikut:
1.    Deskripsi
Dalam tahap ini, pekritik menjelaskan apa adanya yang terlihat dalam karya seni. Tahap ini tidak ada analisis dan tidak ada kesimpulan bahkan cenderung menghindari perbedaan pendapat. Tahap deskripsi sejajar dengan observasi. Pada tahap ini kecermatan pengkritik sangat diperlukan, sehingga apa yang hadir dalam karya seni dapat diuraikan dengan obyektif.
2.    Analisis Formal
Pada tahap analisis formal, pekritik bergerak lebih dalam untuk menelusuri sebuah karya seni. Lebih dari deskripsi, pekritik mencoba memainkan unsur-unsur yang ada dalam karya seni baik berupa warna, garis, bentuk dan lain-lain. Dalam tahap ini perbandingan-perbandingan juga perlu dilakukan oleh pekritik.
3.    Interpretasi
Pada tahap ini, pekritik mencoba dan berusaha mengungkap makna dibalik karya seni. Tahap interpretasi merupakan tahap paling penting karena peneliti mengeluarkan asumsi dan hipotesis mengenai karya seni yang diteliti. Semakin luas wawasan pekritik semakin obyektif interpretasi yang dihasilkan. Yustiono mengatakan bahwa hipotesis umumnya berpijak pada teori-teori estetika filosofis, misalnya teori seni sebagai imitasi, teori seni sebagai bentuk, teori seni sebagai ekspresi, teori seni sebagai simbol, dan lain-lain.
4.    Evaluasi/Penilaian
Karakteristik dari kritik seni adalah evaluasi. Evaluasi juga disebut sebagai tahap penghakiman atau penilaian. Tata cara penilaian karya seni berkenaan dengan nilai-nilai atau kualitas estetik yang sering berkolerasi dengan nilai kebaruan, keaslian, dan kekhasan ketrampilan dan teknik hingga keunggulan estetik sesuai dengan teori-teori estetik yang dipakai sebagi pijakan penghakiman. Dalam tahap evaluasi, pekritik menentukan kualitas suatu karya seni dengan pembanding-pembanding karya lain yang sejenis.





A.    Deskripsi

Judul                     : Stempel Kerajaan Aceh (Cap Sikureung) kerajaan   ..Darusssalam
Media                    : Batu Alam
Teknik                   : Ukir/Pahat
Tahun                   : 1607-1636 M
Koleksi                  : Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Banda Aceh



Stempel Kerajaan Aceh darusssalam yang diberi nama Cap Sembilan  (Cap Sikureung) tersebut adalah salah satu peninggalan dari kerajaan Darussalam Banda Aceh. Stempel Kerajaan Aceh (Cap Sikureung) ini didesain oleh sultan Iskandar Muda selaku pimpinan kerajaan pada waktu itu dan di berikan kepada orang turki untuk di buat atau diukirkan di atas batu untuk dijadikan sebuah lambing dari stempel kerajaan Darussalam. Media yang digunakan dalam pembuatan cab sikureung ini adalah jenis batu alam atau biasa disebut dengan batu pualam. Batu cab sikureung tersebut yaitu berwarna abu-abu hamper sama seperti warna batu pada biasanya.
Batu cab sikureung berbentuk lingkaran yang diberikan lekukan-lekukan pada lingkaran batu tersebut. Pada bagian datar batu cab sikureung memiliki Sembilan buah lingkaran delapan lingkiran berada di bagian pinggir batu dan satu lingkaran berada di bagian tengah batu yang bertuliskan nama para pembesar kerajaan Darussalam dengan menggunakan tulisan arab jawo.



B.     Analisis Formal
Stempel Kerajaan Aceh Darussalam (Cap Sikureung) pembuatan bentuk dan penghiasana  bentuk dibuat dengan rapi dan pengambaran objek dilakukan dengan teknk realis. Dengan bentuk hiasan dan symbol-simbol yang dituangkan kedalam karya tersebut sangat mengundang penafsiran yang berbau spiritual dan ketahanan serta kekuatan pada kerajaan. Sembilan lingkaran yang ada di ukirkan pada batu tersebut memiliki penafsiran bahwa dalam lingkiran tersebut dituliskan nama-nama para petinggi kerajaan pada waktu itu. Delapan lingkaran yang berada di bagian samping bertuliskan nama para petinggi kerajaan yang memiliki keahlian masing baik dalam keahlian ilmu pengetahuan dan juga dalam peperangan. Bentuk yang dibuat sangat diperhatikan dari segi ketahanan dan dapat menjadi lambang kebesaran kerajaan Darussalam. Cab Sembilan ini memiliki kesamaan dengan dengan cab kerajaan riau yang juga melambangkan sebuah kekuatan dari kerajaan dalam memperkenalkan struktur kepemimpinan kepada masyarakat dan kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di dunia. 

C.    Interpretasi
Karya seni kriya Artefak yang berjudul Cap Sikureung tersebut adalah satu hasil peninggalan dari sejarah aceh pada masa pemerintahan kerajaan  Sultan Iskandar Muda pada tahun (1607-1636)  yang diberi judul besar yaitu Stempel Kerajaan Aceh Darussalam. Yang merupakan penjiplakan langsung dari stempel kerajaan Islam Mongol Besar  Hindustan (India). Pada masa pemerintahan Sultan Akbar.
Stempel Kesultanan Kerajaaan Aceh yang diberi nama Cap Sikureung yang merupakan kebanggaan bangsa aceh dari generasi ke generasi. Disebut Cap Sikureung karena pada  stempel tersebut tertera sembilan nama Sultan yang pernah memerintah aceh dengan komposisi empat tempat  nama-nama dari dinasti sebelumnya, empat tempat untuk nama-nama dinasti sendiri  yang dipilih menurut keinginannya, dan satu tempat di tengah untuk sultan yang sedang memerintah.
Stempel di buat dari generasi ke generasi, setiap pergantian sultan dengan mengikuti mode yang sama. Stempel juga melambangkan  empat dasar hukum (Al-qur’an, Hadist, Ijmak Ulama dan Qias), dan empat jenis hukum (Hukum adat, qanun, dan reusam) dalam masyarakat aceh.
Dilihat dari judul besarnya (Stempel Kerajaan Aceh) dan judul karya ini (Cap Sikureung), maka saya menafsirkan bahwa melalui karya ini Seorang pemimpin ingin menjelaskan kisah dari pada para sultan yang pernah memimpin di Kerajaan Darussalam Aceh. Hal ini terlihat dari visual bentuk dan penjelasan dari karya cap sikureung tersebut. Di segi lain juga ingin dimuncul nama-nama para petinggi kerajaan pada saat itu supaya bisa lebih mudah dikenal oleh masyarakat atau bangsanya pada waktu itu dan juga menjadi sebuah simbol yang dapat mencirikhaskan atau dapat membedakan dengan kerajaan-kerajaan yang lain yang ada di nusantara pada khususnya dan dunia pada umumnnya. Pada cap kerajaan tersebut memiliki sembilan lingkiran bulat yang dituliskan nama-nama  didalamnya pada bagian bulatan pinggiran cap tersebut ditulisnya nama-nama para sultan yang pernah memimpin kerajaan yang berjumlah empat nama dan bulatan yang empatnya lagi dituliskan nama-nama para petinggi kerajaan sesuai dengan keinginan dan keahlian dalam kerajaan tersebut sedangkan pada bigian bulatan tengah dikhususkan nama untuk pemimpin kerajaan pada waktu itu.
Cap kerajaan aceh yang bernama cap sikureung langsung dipesan di negeri india tepatnya di hindustan yang langsung menjiplak dari kerajaan sultan akbar sebelumnya karna menjadi penanda untuk sebuah kerajaan yang besar karena sebelumnya juga diketahui bahwa orang-orang didaerah hindustan memiliki kepadaian dalam mengukir batu untuk dijadikan sebuah karya kebutuhan untuk kerajaan dan juga kekuatan keindahan pada waktu itu batu yang diukir tersebut akan manjadi tahan lama dan bisa bertahan dari masa kemasa dan menjadi suatu simbol sejarah yang tidak mudah terlupakan oleh generasi generasi penerusnya.
Setelah melakukan deskripsi, analisis formal, interpretasi, sekarang tibalah pada tahap evaluasi. Penggambaran pada cap kerajaan aceh yaitu Cap Sikureung yang cenderung mencoba menjelaskan, memperkenalkan dan memngabadikan para  sultan yang pernah memimpin kerajaan dan para petinggi-petinggi kerajaan pada waktu it dengan mencoba mengukirkan kedalam bentuk batu yang dipesan dari negeri india yaitu hindustan dengan sangat jelas, yaitu dengan dituliskan dengan tulisan arab jawi dan disusun dengan sedemikian rupa dan dihiasi dengan motif-motif pinggir pada bagian cap tersebut. Tulisan yang diukirkan juga tidak terlepas dari kaedah yang islami sangat kental dan menjadi suatu tulisan dalam berhubungan dan berkomunikasi antara kerajaan-kerajaan lainnya.

D.    Evaluasi/penilaian
Setelah melakukan deskripsi, analisis formal, interpretasi, sekarang tibalah pada tahap evaluasi. Bentuk cab sembilan yang cenderung unik dan sederhana dengan bentuk yang sangat berbeda dengan cab kerajaan-kerajaan lainya yang ada di dunia. Yang menjadi symbol dari sebuah tanda atau pengenal dari kebesaran kerajaan yang dapat mejadi perbedaan dengan kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di dunia yang mampu memberikan kekuatan, keahlian dan kebijaksaan bagi petinggi kerajaan sendiri dan kerajaan-kerajaan lainnya untuk dapat dikenali secara terus menerus. Batu yang digunakan memberikan kesan kuat dan tahan lama sehingga dapat menjadi sejarah untuk penerus bagi pemimpin dan masyarakat di masa yang akan datang.



Daftar Pustaka
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Banda Aceh